Sabtu, 25 Juni 2011

Stroke

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih ataupun yang menyebabkan kematian, tanpa ada penyebab lain yang jelas selain vaskuler (WHO, 1986).1,2




Epidemiologi



Sebagai masalah neurologis serius yang paling umum di dunia, di Amerika Serikat stroke merupakan penyebab kedua terbanyak kecacatan neurologi setelah trauma kapitis. Peringkat stroke berada di bawah penyakit jantung dan kanker sebagai penyebab kematian paling sering di dunia barat. Di Indonesia pada periode 6 bulan tahun 1996-1997 mortalitas akut stroke pada 28 rumah sakit di seluruh Indonesia 23,3% dan di RSUP Manado bagian saraf periode 1997-2000 adalah 18%. Insidens stroke lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan pada wanita. Di Amerika Serikat insidens stroke pada orang kulit hitam lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih.2,3

Etiologi dan Patofisiologi

Terdapat empat bentuk utama penyakit vaskuler pada otak yaitu trombotik, embolik, lakunar, hemoragik. Stroke trombotik biasanya terjadi akibat stenosis atherosklerotik atau oklusi arteri karotis atau arteri cerebri media. Defisit tersebut mungkin didahului oleh serangan iskemik sesaat (TIA) atau dapat berkembang setiap saat, karena oklusi trombotik terjadi secara bertahap. Sebaliknya stroke embolik terjadi secara mendadak karena trombosit, kolesterol, fibrin, atau komponen darah lainnya mengambang dalam sirkulasi sampai menyumbat pembuluh darah terkecil korteks distal. Stroke yang terjadi pada keadaan infark miokardium biasanya merupakan akibat dari emboli jantung. Stroke lakunar adalah proses infark yang sangat kecil, kurang dari 1 cm3, yang terjadi di tempat percabangan langsung arteriol perforantes kecil dari pembuluh darah besar. Stroke hemoragik paling membahayakan. Regio otak yang terkena sama dengan regio yang terkena pada stroke lakunar, termasuk ganglia basalis, kapsula interna, dan batang otak.3,4


Faktor Resiko

Termasuk faktor resiko yang dapat menimbulkan stroke adalah:1
Faktor biologik yang tidak
dapat dimodifikasi Factor fisiologik yang
dapat dimodifikasi Faktor gaya hidup
dan pola prilaku
• Umur
• Jenis kelamin
• Ras
• Herediter • Hipertensi
• Diabetes
• Lipid
• Penyakit jantung
• Stenosis karotis
• TIA
• Homosisteinemia
• Ateroma aorta • Merokok
• Obesitas
• Aktivitas fisik
• Diet
• Alkohol
• Kontrasepsi oral


Klasifikasi

Klasifikasi stroke diperlukan untuk menentukan prognosis pemulihan fungsional dan tinjauan akhir rehabilitasi stroke, dibedakan atas:1,6
1. Berdasarkan lokasi lesi anatomis:
• Kortikal
• Subkortikal
• Batang otak
2. Berdasarkan letak gangguan sirkulasi di otak (Bamford Clinical Classification of Stroke):
• Sindroma sirkulasi anterior total (Total Anterior Circulation Syndromes/TACS)
• Sindroma sirkulasi anterior parsial (Partial Anterior Circulation Syndromes/PACS)
• Sindroma sirkulasi posterior (Posterior Circulation Syndromes/POCS)
• Sindroma lakunar (Lacunar Syndromes/LACS)
3. Berdasarkan sifat gangguan aliran darah:
• Non Haemorrhagik
• Haemorrhagik
4. Berdasarkan waktu terjadinya:
• Stroke in evolution
• Stroke komplit (pertama, berulang)
Berdasarkan perjalanan penyakit, stroke terbagi atas:1,7
A. Transient Ischaemic Attack (TIA), yaitu stroke dengan defisit neurologis yang terjadi dan akan kembali normal dalam 24 jam.
B. Reversible Ischaemic Neurologic Deficit, yaitu stroke dengan defisit neurologis lebih dari 24 jam yang akan kembali normal dalam 3 minggu.
C. Progressing Stroke, yaitu stroke dengan defisit neurologis menjadi lebih berat dan jelas dalam beberapa jam atau hari.
D. Completed Stroke, yaitu stroke dengan defisit neurologis telah stabil/tak bertambah lagi sejak awal serangan.


Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah kematian jaringan otak yang disebabkan pecahnya pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah normal yang mengakibatkan darah masuk dalam daerah otak dan menimbulkan kerusakan (Berkow dkk, 1997). Berdasarkan daerah dan penyebab dari perdarahan, stroke hemoragik dibagi menjadi dua yaitu perdarahan intraserebral dan perdarahan subaraknoid.8


Perdarahan Intraserebral

Salah satu jenis stroke hemoragik yang disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak sehingga menyebabkan kematian jaringan.8
Epidemiologi
Perdarahan intraserebral menempati 10-15% dari semua jenis stroke dan angka kematiannya tinggi dibanding stroke iskemik dan stroke subaraknoid. Pria lebih sering mengalami perdarahan intraserebral dibanding wanita, terutama dengan usia 55 tahun ke atas. Angka kematian paling besar bila perdarahan terletak di pons (100%) diikuti dengan basal ganglia (83%) dan serebellum (67%).8
Etiologi
Berdasar etiologi, perdarahan intraserebral pada umumnya disebabkan oleh hipertensi, disusul dengan aneurisma, malformasi arteriovenosa, dan masih banyak lagi (Widjaja, 1988). Dimana hipertensi dan usia lanjut merupakan faktor risiko utama pada perdarahan intraserebral (Broderick et al, 1999). 8
Patofisiologi
Perdarahan intraserebral terjadi karena pembuluh darah pada bagian dalam serebral pecah sehingga menyebabkan perdarahan. Perdarahan intraserebral umumnya terjadi pada lima daerah yaitu basal ganglia, thalamus, pons, serebellum, dan lobar. 8
Terapi (Broderick et al, 1999)
a. Managemen di Ruang Intensive Care Unit (ICU).
Penanganan awal ditujukan pada aliran udara, pernafasan, sirkulasi, dan deteksi defisit fokal neurologi. Monitor dilakukan setidaknya 24 jam setelah masuk ICU. Selain itu perlu dicari tanda-tanda trauma eksternal, contohnya kaku tengkuk dan hilangnya kesadaran.8
b. Saluran Nafas dan Oksigenasi
Walaupun intubasi tidak diperlukan untuk semua pasien namun aliran udara dan sirkulasi udara yang baik sangat penting terutama untuk pasien yang tingkat kesadarannya semakin melemah atau pasien yang menunjukkan tanda-tanda disfungsi batang otak.8
c. Penanganan Tekanan Darah
• Tekanan darah tinggi 8
a. Jika sistolik >230 mmHg atau diastolik >140 mmHg dalam dua kali pemeriksaan dengan selang waktu 5 menit maka diberi nitropruside.
b. Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg, tekanan darah diastolik 105-140 mmHg, atau rata-rata tekanan darah arterial 130 mmHg dalam dua kali pemeriksaan dengan selang waktu 20 menit maka diberi labetalol intravena, esmolol, analapril atau atau obat lain dengan dosis kecil yang dititrasi secara intravena seperti diltiazem, lisinopril, atau verapamil.
c. Jika sistolik <180 mmHg dan diastolik <105 mmHg, sebaiknya terapi antihipertensi ditunda. Pilihan pengobatan tergantung dari kontraindikasi dari obat lain.
• Tekanan darah rendah 8
Jika hipotensi terjadi setelah berkurangnya volume darah, maka pemberian infus yang berkesinambungan harus dipertimbangkan terutama untuk tekanan darah sistolik <90 mmHg.
d. Penanganan Keseimbangan Cairan
Tujuan dari pengaturan cairan adalah evolemia (volume darah yang normal. Keseimbangan cairan dihitung dengan mengukur produksi urin per hari ditambah dengan 500 ml untuk “insensible loss” (kekurangan air melalui keringat dan penguapan pernafasan) dan ditambah 300 ml untuk tiap derajat celcius pada pasien yang demam. 8
e. Pencegahan Konvulsi
Kejang dapat menyebabkan kerusakan neuron dan dapat memperparah pasien yang sudah kritis. Pada pasien dengan perdarahan intrserebral, pencegahan dengan obat antiepilepsi dapat diberikan selama satu bulan kemudian dosis diturunkan dan dihentikan bila tidak terjadi konvulsi selama pengobatan.8
f. Penanganan Suhu Tubuh
Suhu tubuh harus dipertahankan pada suhu normal. Pada pasien yang demam dan berisiko infeksi, pemeriksaan sputum, darah, dan urin diperiksa dan diberi antibiotik. 8
g. Penanganan Lain
Pasien yang gelisah diberi obat penenang yang bekerja singkat seperti benzodiazepine dan propofol boleh dianjurkan. Obat lain seperti analgetika dan neuroleptika dapat diberikan bila perlu. 8
i. Terapi Bedah
Tujuan dari dilakukannya tindakan bedah adalah untuk menghilangkan ataupun mencegah perdarahan yang lebih besar dan atau mencegah perdarahan ulang8



Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid merupakan perdarahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam rongga subaraknoid (subarakhnoid space), yaitu rongga yang berada di antara otak dengan tengkorak kepala. 8
Epidemiologi
Angka kejadian pada penderita perdarahan subaraknoid tergolong rendah. Diperkirakan 15-20 penderita di setiap 100.000 orang setiap tahun dan sekitar 10% di antaranya meninggal tanpa mendapat perawatan medis terlebih dahulu.8
Etiologi
Intakranial aneurisma (18-76%), malformasi arteriovenosa (6%), trauma, neoplasma, koagulopati, penyakit vascular kolagen, anemia sikel sel, infraksi serebral, dan penyalahgunaan obat (Gomersall, 2003). 8
Faktor Risiko
Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling banyak dijumpai pada perdarahan subaraknoid. Merokok dan konsumsi alkohol yang tinggi juga merupakan faktor risiko perdarahan subaraknoid (Gomersall, 2003).8
Patofisiologi
Perdarahan subaraknoid terjadi karena pecahnya pembuluh darah atau aneurisma, umumnya pada cabang besar arterior lingkaran willis dan arteri kortikoid internal yang menyebabkan akumulasi darah pada permukaan otak. Darah ini masuk ruangan antara otak dan tengkorak dan bercampur dengan cairan cerebrospinal (Bescke&Jallo, 2004).8
Derajat perdarahan subaraknoid: 8
• Stadium 1, perdarahan asimtomatik, sakit kepala ringan, sedikit kaku kuduk.
• Stadium 2, sakit kepala sedang-berat, kaku kuduk, belum ada gangguan defisit neurologis.
• Stadium 3, mengantuk, defisit neurologis ringan.
• Stadium 4, kesadaran hilang, hemiparesis sedang-berat, mungkin ada gangguan otonom.
• Stadium 5, koma, kejang.
Terapi (Welty, 2001; Berkow, 1997)8
a. Analgesik
Analgesik digunakan untuk menanggulangi sakit kepala yang parah.
b. Terapi komplikasi yang terjadi:
�� Perdarahan ulang
• Pelaksanaan operasi untuk menjepit pembuluh darah yang berdarah.
• Pemberian terapi antifibrinolitik seperti asam aminokaprioik.
�� Hidrosefalus
• Pemberian saluran ventrikular. Bila terjadi hidrosefalus kronik, maka diganti dengan ventrikular peritoneum shunt untuk pemasangan permanent.
• Pemberian antibiotik yang dapat menembus membrane barier otak untuk mencegah ventrikulitis (contohnya kloramfenikol, seftriakson, ampisilin, penisilin, vankomisin, seftazidim, sefuroksim dan rifampin). Antibiotik ini diberikan sampai tiga kultur cairan serebrospinal berurutan tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri.
�� Iskemia lanjutan karena vasopasme
• Iskemia lanjutan diatasi dengan terapi hipervolemia. Jika penurunan gejala neurologik tidak dapat diatasi dengan hipervolemia, maka dilakukan peningkatan tekanan sistolik darah sampai 200-220 mmHg dengan dopamine dan norepinefrin. Tekanan sistolik yang tinggi menyebabkan otak mendapat peningkatan aliran darah menuju daerah iskemia, dan terapi ini dipertahankan untuk 7-14 hari.
• Terapi pemblok aliran kalsium
�� Serangan kejang
Terapi antikonvulsan, fenitoin digunakan untuk mencegah serangan kejang.



Diagnosis
Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis stroke mencakup diagnosis klinis (sesuai perjalanan penyakit atau kawasan pembuluh darah), topis (kortikal, subkortikal atau batang otak), dan etiologis (infark atau perdarahan).1,2



Rehabilitasi Medik pada Stroke
Rehabilitasi stroke adalah pengelolaan medis dan rehabilitasi yang komprehensif terhadap disabilitas yang diakibatkan oleh stroke melalui pendekatan neurorestorasi dan neurorehabilitasi dengan tujuan mengoptimalkan dan memodifikasi kemampuan fungsional yang ada sehingga penyandang stroke mampu beradaptasi dan mencapai kemandirian serta kualitas hidup yang lebih baik.6
Prinsip rehabilitasi medik pada stroke ialah mengusahakan agar sedapat mungkin pasien tidak bergantung pada orang lain. Ukuran keberhasilan tidak hanya pada banyaknya jiwa yang tertolong tetapi berapa banyak pasien yang dapat kembali berfungsi lagi di masyarakat. Penderita stroke memerlukan penangan multidimensional dan melibatkan berbagai disiplin ilmu yang tergabung dalam suatu tim rehabilitasi medik dan juga kerjasama aktif dari keluarga dan masyarakat.7,9
Rehabilitasi dari pasien stroke dimulai dari saat perawatan akut. Intervensi yang tepat waktu memaksimalkan penyembuhan potensial dan mencegah timbulnya masalah-masalah akibat imobilisasi.10 Jenis stroke yang memerlukan rehabilitasi medis adalah jenis stroke berdasarkan waktu yaitu TIA, stroke in evolution dan complete stroke. Pada TIA tidak diperlukan rehabilitasi lengkap karena kelainan neurologis bersifat ringan dan biasanya hanya berupa gangguan koordinasi gerak terutama gangguan jalan ringan yang kemudian menjadi normal kembali sehingga cukup untuk memperbaiki jalan dan menguatkan otot. Stroke in evolution dan complete stroke mengakibatkan gangguan motorik dan sensorik yang umumnya berat sehingga harus dilakukan rehabilitasi medik sedini mungkin segera setelah keadaan kritis diatasi.7
Evaluasi rehabilitasi medik bertujuan untuk tercapainya sasaran fungsional yang realistik dan untuk menyusun suatu program rehabilitasi yang sesuai dengan sasaran tersebut. Pemeriksaan penderita meliputi 4 bidang evaluasi, yaitu: 7
1. Evaluasi neuromuskuloskeletal
2. Evaluasi medik umum
3. Evaluasi kemampuan fungsional
4. Evaluasi psikososial-vokasional
Secara garis besar tahapan program rehabilitasi stroke adalah:9
1. Bedside exercise
2. Sitting exercise
3. Standing exercise
4. Ambulation exercise
Terdapat 2 pola besar di dalam rehabilitasi stroke, yaitu:9,10
1. Pola tradisional, yang disebut pula pola rehabilitasi kompensasi atau pola pendekatan unilateral. Pada pola ini sisi yang sehat dilatih untuk mengkompensasi sisi yang sakit.
2. Pola pendekatan neurodevelopmental atau pola pendekatan bilateral, dimana segala upaya ditujukan untuk melatih kembali sisi yang sakit. Pola ini telah menggeser pola tradisional di dalam program rehabilitasi stroke modern.



Prognosis
Prognosis setelah stroke dibagi dalam:5,6
1. Prognosis ad vitam: Tergantung pada jenis, lokasi dan luas lesi pada stroke, faktor resiko, penyakit atau kondisi penyulit dan komplikasi yang terjadi.
2. Prognosis ad sanationam: Dapat berulang
3. Prognosis ad functionam:
Tergantung pada:
• Luas dan lokasi lesi neuroanatomis
• Penyakit atau kondisi penyulit
• Komplikasi
• Motivasi penderita dan dukungan keluarga
• Sarana dan tenaga profesinal rehabilitasi yang tersedia.
Prognosis fungsional rehabilitasi dibagi dalam 7 kategori:6
• Seluruhnya dibantu (ketergantungan total)
• Perawatan diri dibantu sebagian
• Aktivitas sehari-hari dibantu sebagian, perawatan diri mandiri
• Aktivitas sehari-hari perlu supervise
• Mandiri penuh, tidak bekerja
• Mandiri penuh, kembali kerja namun alih tugas/paruh waktu
• Mandiri penuh, kembali ke tempat kerja semula
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis yaitu:7
• Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam maka pengembalian fungsi lebih cepat. Bila dimulai kurang dari 14 jam maka kemampuan memelihara diri akan kembali lebih dahulu.
• Saat dimulainya pemulihan klinis, prognosis akan lebih buruk bila ditemukan adanya 1 – 4 minggu gerak aktif masih nol ( negatif ), 4 – 6 minggu fungsi tangan belum kembali dan adanya hipotonia dan arefleksia yang menetap.



Sumber: Laporan Kasus by Nurhayati Maanaiya

2 komentar:

Blogilicious van Bandung mengatakan...

Wiw lengkap banget penjelasannya..
kapan2 di baca lagi.

NurFad mengatakan...

Makasih Yah :)
Siip...siip...

Template by:

Free Blog Templates